Selasa, 11 Oktober 2011

Lesson from my lil angel

Hari ini, 11 Oktober 2011 tepat 9 bulan my lil angel Kanaya Arsanti Loeksono menikmati dunia. Rasanya baru kemarin gue deg2an di kamar oprasi nunggu si mungil ini diangkat dari rahim gue, eeh sekarang gigi nya udah nongol 2 biji. Buat gue, Kanaya itu segalanya dan orang2 yang kenal gue dari jaman kuda pasti kaget kalau baca statement gue itu. Soalnya gue itu paling anti sama anak kecil, buat gue mereka itu gak ada lucu2nya, ga ada menarik2nya. Tapi itu dulu sebelum gue punya Kanaya, kalau sekarang udah bisa dipastikan bahwa Kanaya adalah segalanya buat gue.

Mengikuti perkembangan dan pertumbuhan nya dari bulan ke bulan ibarat lagi baca novel nya Alberthiene Endah, selalu menarik untuk diikuti dan tidak sabar menunggu kelanjutan nya. Dari Kanaya gue belajar satu hal yaitu pantang menyerah. Gue inget banget waktu dia belajar tengkurep sendiri, berkali-kali dia coba, berkali-kali juga dia gagal tapi dia gak menyerah dan putus asa, terus2an dicobanya sampe akhirnya bisa. Setelah bisa tengkurep sendiri, dia belajar untuk telentang sendiri dan gagal berkali-kali tapi dia ga brenti, terus2an diulang pagi siang sore malem sampe akhirnya bisa. Hal itu juga berlaku ketika dia belajar merangkak, duduk, dan sekarang dia sedang berusaha untuk berdiri sendiri. Gak pernah putus asa, meski jatuh berkali2, ga pernah nyerah meski mami, papi, oma, opa dan suster nya panik sambil triak2 kalau liat dia mau jatuh.

Ngliat dia yang gak pernah putus asa berhasil menyemangati gue ketika menemukan masalah dalam hidup. Kalau Kanaya aja bisa, masa gue sebagai emak nya gak bisa. Kalau setelah jatuh Kanaya masih ketawa2 dan berusah berdiri lagi, masa gue nangis terus2an dan gak mau berjuang lagi?

Terimakasih Kanaya, kamu bikin mami belajar untuk terus berjuang dan tidak cepat menyerah.

Sabtu, 08 Oktober 2011

The Prayer

Tanggal 05-07 Oktober 2011 kemarin gue kembali ke Singapore untuk melakukan pemeriksaan rutin. Bolak balik ke SG, gue baru tentang gereja Katolik Novena yang terkenal dikarenakan banyak orang-orang sakit berdoa disana memohon kesembuhan dan doa nya dikabulkan. Sampai di gereja tersebut nyokap meminta gue untuk berdoa memohon kesembuhan, dan sebenarnya hal ini membuat gue jadi berpikir. Pada dasarnya gue pribadi yakin dan percaya bahwa kuasa-Nya akan bekerja dimanapun dan kapanpun, dan kuasa-Nya tidak melulu harus tentang kesembuhan (jika konteks yg didoakan adalah penyakit). Gue bukan nya tidak percaya bahwa Dia sanggup menyembuhkan, atau tidak percaya adanya mujizat, atau bahkan meragukan kekuasaan-Nya. Tapi gue pribadi meyakini bahwa mujizat, kuasa, dan kebesaran-Nya tidak selalu harus sejalan dengan keinginan manusia. Terkadang kita terjebak dalam konsep pemikiran yang menurut gue sempit, contoh nya manusia sakit pasti ingin sembuh, kemudian manusia berdoa memohon kesembuhan, lalu akhirnya dia sembuh,maka kalimat "mujizat itu nyata", " sungguh besar kuasa Tuhan". "Dia begitu sayang terhadap umat-Nya" akan terlontar dari mulut kita. Sedangkan menurut gue, terkadang Tuhan mengijinkan kita untuk melewati hal-hal buruk seperti misalnya sakit dan tak kunjung sembuh sampai ajal menjemput, atau usaha bangkrut dan tidak bisa bangkit lagi sehingga harus hidup dalam keterbatasan, dan itu semua bukan berarti kuasa-Nya tidak bekerja, Dia tidak sayang sama umat-Nya, atau bahkan Mujizat nya tidak nyata karena kita kurang percaya dan mengimani.

Mengingat sakit gue yang sifatnya kambuhan (bisa kambuh atau tidak kambuh), gue selalu mengingatkan diri sendiri untuk yakin dan percaya kalau suatu saat nanti sakitnya kambuh ini bukan karena Tuhan Yesus tidak sayang gue, atau kuasa-Nya tidak bekerja di dalam diri gue. Buat gue Tuhan Yesus sudah teramat sayang sama gue terlepas dari apapun yang akan terjadi. Berdasarkan pemikiran ini maka di gereja itu gue berdoa bukan untuk memohon kesembuhan, gue berdoa untuk diberi kekuatan agar bisa menjalani ini semua dengan baik dan tetap bisa mensyukuri apapun yang terjadi. Karena gue yakin dan percaya Tuhan Yesus tidak akan meninggalkan gue, dan selama Dia bersama gue maka gue pasti bisa tersenyum meski harus mengarungi badai.

Senin, 03 Oktober 2011

Hallo October

Bulan Oktober selalu punya makna tersendiri buat gue. Bulan ini bukan bulan ulang tahun gue, suami, anak,ataupun bonyok gue. Bulan ini juga bukan bulan pernikahan gue dan suami, bukan juga bulan dimana gue pernah menang lotre. Bulan ini bermakna karena di bulan ini, untuk pertama kalinya gue bertemu seorang lelaki yang akhirnya menjadi suami gue, dan jadi bapak dari anak gue.

Gue ketemu sama dia itu tanggal 23 Oktober 2007. Gue inget saat itu gue dijemput dia sekitar jam 7an malem, waktu itu dia kerja di daerah Kuningan dan jarak dari kantornya ke apartement gue yang letaknya di Sudirman itu emang gak terlalu jauh, tapi macet nya jangan ditanya dong secara jam-jam segitu kan jam nya orang2 pulang kantor. Tapi itu lah yang namanya orang dimabuk asmara, meskipun kaki kiri pegel nginjek kopling dan kaki kanan udh kram nginjem gas dan rem, hal itu tidak menyurutkan niatnya untuk menjemput gue loh. Bahkan sampe di apartemen gue, dia masih bisa tersenyum dengan manisnya. Hal itu tentu akan berbeda jika terjadi sekarang, pilihan yang paling sopan adalah merubah jadwal ketemuan di hari libur sehingga ga akan terjebak macet, atau yang paling ga sopan adalah gak pergi sekalian hehe.

Saat itu kita berdua bahkan gak punya tujuan mau pergi kemana, bayangkan muter2 gak jelas di tengah macetnya ibu kota?? cuma orang yang lagi kasmaran yang bisa melakukan hal ini dengan tulus. Akhirnya setelah beberapa saat muter2 gak jelas, sambil ngobrol ngalor ngidul di dalem mobil, kita memutuskan untuk berhenti di sebuah kedai kopi "Bengawan Solo" di daerah Cikini. Pesanan nya saat itu adalah black coffee (kalau ini bisa dipastikan sampai kapan pun tidak akan berubah), dan gue adalah hot chocolate. Saat itu gue inget banget nanyain dia mau pake brp sachet gula, trus gue sobek sachet gula nya, gue tuang ke cangkir kopi nya dan gue adukin (setelah 4 thn bersama, dia slalu nyidir gue "dulu aja gula nya disobekin, diadukin". Hey, everybody's changing kan? haha) Trus dengan kepulan asap rokok nya, gue menyimak ceritanya dengan seksama. Kalau skrg gue pake akting batuk2 begitu dia mengepulkan asap rokok nya hihi. Berjam-jam kita ngobrol di kedai kopi tersebut, sampe akhirnya kita memutuskan pulang sekitar jam 10an malem.

Sebelum turun di lobby apartemen gue, dengan yakin nya gue bilang ke dia "elu pasti bakalan jatuh (cinta) sama gue" karena sebelum2nya dia selalu bilang kalau dia gak mau "jatuh" sama gue. Dan akhirnya malem itu dia jawab "mungkin iya, gue jatuh sama elu".

Kamis, 29 September 2011

Menghitung berkat

Sejak divonis sakit NS, gue seringkali melakukan obrolan dengan diri sendiri. Nah gue kena sakit NS atau gila nih jangan2? hehe maksudnya sejak sakit, gue jadi sering berefleksi (bener gak sih pemilihan kosakata nya?). Gue meyakinkan diri sendiri bahwa ini bukan cobaan dari Tuhan, gue menganggap ini semua hanya bagian dari hidup yang harus gue jalani. Gue sangat menghindari pemikiran bahwa Tuhan sedang mencobai gue, atau bahkan berpikir dosa apa gue sampe gue harus dikasih sakit begini. Ini sakit penyakit kok, bukan kutukan ga ada kaitan nya sama dosa2. Gue pernah sih berpikir kenapa gak Nazarudin atau Gayus Tambunan aja yang dikasih sakit NS? Tapi kemudian gue tersadar, kenapa gue harus mempertanyakan hal itu sih? sedangkan ketika gue lulus SMU dengan predikat 3 terbaik, gue ga nanya kenapa sih gak Melvina, Soang, atau Pepel (nama sahabat SMA gue) aja yang juara?

Terkadang kita sebagai manusia, dan tentunya termasuk gue (karena gue juga termasuk manusia) terlalu fokus dan sibuk menghitung dan bahkan mengingat hal-hal yang gak enak. Dan setelah gue pikir-pikir hal itu masuk akal sih, soalnya dibanding berkat yang kita telah terima, hal yang ga enak itu jumlah nya jauh lebih sedikit maka dari itu otak kita yang terbatas hanya mampu mengingat yang ga enak, karena memori otak nya gak cukup untuk mengingat berkat yang jumlah nya luar biasa banyak nya. Coba bayangkan, dalam satu hari ketika kita bisa bangun pagi hal itu sudah termasuk berkat, terus sampai kantor dengan selamat juga berkat, bisa makan siang juga berkat, bahkan bisa menggerakkan jari-jari tangan di atas keyboard komputer juga sebuah berkat, pulang ke rumah dg selamat berkat, pasangan, anak, dan orang tua sehat juga berkat. Tapi seringkali kita mengeluh terjebak macet,kerjaan numpuk gak kelar2,dan duit gajian abis. Gue inget satu buah lagu "Bila topan kras melanda hidupmu bila putus asa dan letih lesu berkat Tuhan satu satu hitunglah kau niscaya kagum oleh kasihNya"

25 tahun dalam hidup gue, rasanya gue selalu hidup penuh kebahagiaan. Lahir di tengah keluarga harmonis, dengan papi dan mami yang luar biasa cinta kasih nya, bisa menikmati pendidikan dari sekolah yang terbaik dan selalu memperoleh nilai akademis yang baik, lulus kuliah bisa mendapatkan pekerjaan dengan mudah, menikah dengan orang yang dicintai, punya anak yang sangat cantik, dikelilingi sahabat dan orang2 yang baik, dan sebagai nya. Jadi kalau saat ini akhirnya gue diijinkan Tuhan untuk mengalami sakit rasanya bukan kiamat untuk hidup gue. Bayangkan 25 tahun lamanya gue selalu menikmati berkat, masa iya gara2 sakit yang baru sekali ini akhirnya gue mau marah2 sama Tuhan dan menganggap Dia ga sayang sama gue serta melupakan semua berkat yang sudah pernah gue trima?

Namun gue memang hanya manusia biasa, gue gak munafik kok kalau memang disaat gue sakit ini ada fase dimana gue merasa down, gue merasa lelah, cape menjalani ini semua, gue frustrasi, depresi dan akhirnya jadi sensi. Tapi seperti petuah suami gue, perasaan itu jangan terus2an diikuti karena bikin keadaan gue makin terpuruk. Terkadang manusia memang "menikmati" perasaan sakit, tapi percaya deh menikmati rasa sakit itu gak akan membantu, yang ada justru bikin kita makin down.

Malaikat yang dikirimkan Tuhan

Kemaren siang gue menerima sebuah pesan via fb dari seorang teman. Gue tidak terlalu dekat sama dia, cuma sebatas kenal dan pernah beberapa kali ngobrol, tapi kejadian kemaren merubah segalanya. Isi pesan yang ia tulis adalah bahwa dia baru tau kalau gue kena penyakit NS dari blog yang gue tulis ini, kemudian dia cerita kalau dia terkena Lupus dan mengkonsumsi obat yang sama yaitu Methyl Prednisilone. Wow gue cukup kaget dengan berita yang ia sampaikan itu, karena seinget gue selama gue mengenal dirinya sepertinya dia baik-baik aja. Akhirnya kita tuker2an pin BB dan pembicaraan pun berlanjut via bbm.

Dari hasil obrolan gue sama dia, gue merasa Tuhan Yesus mengirimkan malaikat melalui diri temen gue itu, dia memberikan gue support dan gue ngrasa support nya itu bukan cuma bullshit. Karena sometimes gue merasa support yang diberikan oleh orang-orang itu cuma bullshit, karena mereka gak ngrasain dan ga ngalamin apa yang gue rasain. Tapi support temen gue ini bener-bener bisa bikin gue tertampar, dari thn 2007 dia dinyatakan kena Lupus sampai saat ini dia survive meskipun sudah mengalami dua kali kambuh. Kondisi yang kita berdua alami hapir sama, kaki dan kelopak mata sama2 pernah bengkak, sama2 moon face dan menggemuk, sama2 pernah mengumpulkan air seni selama 24 jam demi keperluan pemeriksaan laboratorium, sama2 mengalami kerontokan rambut, dan sebagainya. Bisa dikatakan dia juga mengalami apa yang gue alami, merasakan apa yang gue rasakan. Dan kalau dia bisa survive, bisa enjoy, bisa menerima, gue juga harus bisa. Gue pun semakin yakin bahwa Tuhan Yesus tidak pernah meninggalkan gue, Dia terus menyertai gue bahkan Dia mengirimkan malaikat melalui temen gue itu, untuk memberikan support buat gue. Trimakasih Tuhan Yesus, trimakasih Jeung AL *kiss*

Rabu, 28 September 2011

It's not easy to be me



Kalau ada yang nanya "gimana sakitnya udah sembuh?", gue selalu bingung jawabnya. Karena NS ini bukan seperti sakit batuk, yang kalau uhuk2 nya ilang artinya udah sembuh. Puji Tuhan kaki dan kelopak mata gue udah ga bengkak lagi, hasil lab juga menunjukkan perbaikan itu artinya sakit gue menujukkan reaksi yang positif terhadap pengobatan. Tapi NS ini sifatnya kambuhan, selama gue minum obat sakitnya akan membaik justru yang perlu di khawatirkan adalah bagaimana nanti setelah gue stop minum obat?

Dari 48 miligram dalam satu hari, dan terus berkurang dosisnya hingga sampai saat blog ini ditulis gue mengkonsumsi 8 miligram methyl prednisolone dalam satu hari. Hampir setiap 2-4 minggu skali gue melakukan pemeriksaan darah dan urine di laboratorium serta mengunjungi dokter untuk berkonsultasi. so far sejak gue divonis terkena NS sampai sekarang, hasil nya terus ada perbaikan dan kemajuan, dan gue percaya Tuhan Yesus bekerja di balik itu semua.

Mengkonsumsi methyl prednisolone dalam dosis tinggi dan jangka waktu yang panjang tentu memiliki beberapa efek samping, seperti yang Prof Wiguno bilang akan terjadi moon face, dan jerawat. Belum lagi methyl prednisolone yang merupakan jenis obat kortikosteroid juga menekan imun tubuh, sehingga kekebalan tubuh pasien terhadap virus menurun. Dua minggu pertama mengkonsumsi obat, efek samping belom terlihat dalam diri gue justru yang terlihat dengan signifikan adalah kaki gue yang mulai kempes dan gak bengkak lagi. Setelah satu bulan mengkonsumsi methyl, pipi gue mulai terlihat chubby, lalu setelah nyaris dua bulan penampilan fisik gue mulai memburuk. Disamping moon face, gue juga mulai menggemuk, bagian tubuh yang paling terlihat adalah perut dan punggung di bagian atas, dan muncul striae atau guratan2 di kulit perut. Dan setelah gue googling, ternyata itu yang dinamakan dengan cushing syndrome. Jadi cushing syndrom adalah efek samping yang muncul ketika hormon kortisol dalam tubuh meningkat karena mengkonsumsi obat jenis kortikosteroid atau kontrasepsi yang mengandung estrogen. Tidak hanya itu, gue juga mengalami kerontokan rambut yang sangat parah. Rambut yang tadi nya panjang, akhirnya gue potong menjadi pendek namun hal itu pun tidak membantu. Setiap kali gue nyisir, atau memegang rambut maka helaian2 nya akan lepas apalagi kalau habis keramas, tidak terhitung berapa banyak helai rambut yang terlepas.

Sakitnya sudah berat, beban mental nya lebih berat. Gue mengalami krisis kepercayaan diri, meski judul nya sebelum sakit gue gak secantik Laura Basuki atau Dian Sastro, tapi dengan perubahan fisik yang seperti ini dalam waktu singkat cukup bikin gue shock. Gue jadi menutup diri, malu bertemu orang-orang, dan cenderung menghindari tempat ramai. Meski dokter, suami, kedua orang tua dan sahabat2 gue meyakinkan gue bahwa semuanya itu akan kembali menjadi normal setelah obat nya berhenti diminum tapi rasanya tetap tidak mudah untuk menghadapi ini semua.

Namun tidak selamanya gue terpuruk kok, ada masa-masa dimana gue bisa sangat tegar dan kuat serta enjoy dalam menjalani ini semua, tapi juga ada masa-masa dimana gue mewek, dan merasa gak sabar untuk berhenti minum obat supaya fisik gue kembali seperti sedia kala. Hal ini menjadi dilemma dalam diri gue, di satu sisi gue tau bahwa yang terpenting adalah kesehatan dimana obat yang gue konsumsi ini memang memberikan kemajuan pada sakit yang gue derita, namun di satu sisi gue merasa
sulit menerima jika kesembuhan gue harus dibayar dengan perubahan fisik yang seperti ini.

Yang jelas gue masih bisa survive sampai saat ini, terlepas dari ke-LABIL-an gue, itu semua karena gue yakin Tuhan Yesus selalu ada untuk gue, suami, orang tua, sahabat2 selalu support gue dan my lil angel Kanaya yang selalu tertawa melihat gue. Hal itu artinya penampilan gue ga serem2 amat, buktinya anak gue gak pernah nangis liat tampang gue kan? haha

my Dad is my Hero

Meski hasil biopsi ginjal gue baik dengan NS tipe kelainan minimal, rupanya hal tersebut tidak serta merta membuat kedua orang tua gue tenang, apalagi kaki gue masih bengkak meskipun sudah mengkonsumsi obat. Akhirnya gue nyerah juga untuk berangkat berobat ke Singapore pada tanggal 1 Juli 2011.

Gue berangkat ke Singapore berdua bareng bokap gue, suami dan nyokap gue gak ikut. Pesawat dijadwalkan berangkat sekitar pukul 5 sore. Sampai di bandara, bokap langsung menuju counter maskapai penerbangan yang akan kami naikki untuk meminjam kursi roda. Kaki gue yang masih bengkak menyulitkan gue untuk berjalan, dan apabila gue berdiri terlalu lama maka bengkak nya akan makin parah. Saat itu bandara Soekarno Hatta penuh sesak, karena musim liburan anak sekolah. Sambil nunggu bokap gue nyari pinjeman kursi roda, gue berusaha untuk mencari tempat duduk namun sayang semuanya penuh. Akhirnya gue duduk di lantai, gak peduli sama orang-orang yang penting kaki gue jangan makin bengkak karena rasanya makin berat untuk jalan.

Sepanjang perjalanan dari JKT-SG, kaki gue dipangku di atas paha bokap. Sebisa mungkin kaki gue tidak ada di posisi bawah terlalu lama untuk menghindari bengkak yang makin parah. Sampai di Sing, kita berdua nginep di apartemen yang dipinjami oleh temen bokap, kebetulan apartemen tersebut letaknya ada di seberang Mount Elizabeth Hospital. Malamnya sebelum tidur, bokap ngajak gue untuk berdoa bareng. Yang gue inget saat itu, tangan gue digenggam sama bokap kemudian dia berdoa (yang kira2 gue inget begini isi doanya) "Tuhan, terimakasih untuk penyertaan Mu selama perjalanan dari Jkt menuju Sing sehingga kami sampai dengan selamat. Tuhan, kiranya Engkau yang menyertai kami selama di Sing dalam menjalani pengobatan untuk Lina, kiranya Engkau yang memberikan hikmat sehingga kami bisa mendapatkan dokter yang tepat dan mendapatkan pengobatan yang baik. Amin"

Besok pagi nya, gue sama bokap jalan kaki ke Mount Elizabeth dan menuju ke tempat praktik Dr. x (gue lupa namanya). Jadi gue dapet referensi mengenai Dr x ini dari Prof Wiguno, sampai disana kata susternya dr x lagi cuti dan baru praktek minggu depan. Waduuuh matilah gue, gimana ini??? Tapi kemudian si suster melanjutkan, "kalau untuk sindrom nefrotik lebih baik ke Dr. Hoo Chee Kun". Akhirnya gue menuju tempat praktek Dr. Hoo, dan disana gue ketemu sama beberapa pasien dari Indonesia yang mengatakan bahwa Dr. Hoo adalah dokter yang baik, dan bagus. Setelah bertemu dengan beliau, ternyata pengobatan yang gue dapet juga sama dengan Prof Wiguno. Dan menurutnya, bengkak2 di kaki gue baru akan hilang setelah 2 minggu gue mengkonsumsi methyl prednisolon (saat di Singapore, baru hari ke 7 gue minum obat). Puji Tuhan banget ternyata diagnosa dan pengobatan yang selama ini udah gue jalani ga sia2.

Namanya ke Singapore, ga afdol kalau gak belanja. Dengan kaki yang masih bengkak dan jalan yang masih susah gue sama bokap tetep jalan2 di Orchard Rd. Mampir ke Ion, masuk ke Paragon, dan ga lupa bolak balik makan es potong. Jalan-jalan bentar lalu duduk dan angkat kaki supaya ga bengkak hehe. Setelah 3 hari di Singapore, skrg waktunya untuk pulang Indonesia. Dan untuk mendapatkan pinjaman kursi roda di Changi saat itu sulit nya bukan main, ketika akhirnya mendapatkan kursi roda pun disana gak ada staff dari maskapai penerbangan yang bakalan ngebantuin kita untuk ngedorong kursinya. Alhasil saat itu bokap gue harus ngedorong kursi roda, dan gue duduk dengan memangku 1 buah koper. Kita keliling-keliling Changi dan di tengah kondisi gue yang masih sakit, kita berdua berusaha untuk enjoy dan happy, malahan masih bisa mampir ke gerai tas dan beliin nyokap gue hand bag. Sama seperti perjalanan dari JKT ke SG, saat pulang pun kaki gue masih harus dipangku di atas paha bokap supaya gak bengkak. Papiiiiiii, trimakasih untuk semuanya yaaa...